Siswa Problematik Masuk Barak. Menggandeng TNI untuk turut serta melakukan pembinaan terhadap siswa – siswa yang dianggap problematik menurut saya banyak manfaat dan baiknya. Toh di dalam barak militer para siswa itu tidak diposisikan sebagai halnya tentara. Dengan kata lain, pembinaan yang dilakukan tetap beresensi humanis dan pedagogis. Justru, di dalam barak militer itulah para siswa mendapatkan haknya akan pendidikan yang sejati, yaitu dibangun dan dibina jiwa dan karakternya secara konsisten dan esensial.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sedang melaksanakan program memasukkan siswa nakal ke barak militer untuk pendidikan karakter dan kedisiplinan. Program ini bertujuan untuk mengatasi berbagai masalah seperti tawuran, pergaulan bebas, dan kenakalan remaja. Siswa yang dianggap bermasalah akan dibina di barak militer selama 6 bulan hingga 1 tahun, dengan TNI yang akan menjemput dan membina mereka.
Siswa Problematik Masuk Barak
Sepertinya diluar sana tidak banyak bisa didapatkan padanan praktik sistem kedisiplinan seperti halnya yang ada pada ekosistem barak militer. Ekosistem sekolah negeri, pesantren, komunitas di masyarakat, bahkan keluarga belum tentu bisa serigit dan sekonsisten ekosistem barak militer. Dari mulai bangun pagi hingga tidur lagi, sebenarnya para remaja itu menjalani rangkaian aktivitas layaknya sebagian remaja lain diluar barak militer.
Diluar barak militer juga banyak kok para remaja yang menjalani aktivitas kehidupannya dengan penuh etos kedisiplinan yang kuat, yang bisa jadi terbentuk dari dalam keluarga, komunitas pergaulannya, lingkungan sekolahnya atau kesadaran dan perenungannya sendiri. Aritnya, diluar barak militer juga banyak lho remaja yang memiliki kesadaran tinggi akan tanggung jawabnya sebagi pelajar, pentingnya kedisiplinan dalam berbagai aspek serta visi dan misi hidupnya yang mulia.
Hanya saja, karena selama ini konsep jargon “tentara manunggal dengan rakyat” belum terlalu menyentuh dunia pelajar atau siswa secara sistematis, jadinya kebijakan “siswa bermasalah masuk barak” ini terkesan mengagetkan dan menyeramkan.
Padahal bila sektor pendidikan, setidaknya untuk pembentukan karakter disiplinan dan rasa tanggung jawab, mendapatkan sentuhan “barak militer”, maka bukan tidak mungkin di masa depan Indonesia akan memiliki system pendidikan yang semakin paripurna. Hanya saja, paling usulannya adalah mengganti istilah “barak militer” dengan istilah lain yang lebih terasa sipil dan bisa diterima oleh pihak – pihak yang selama ini cenderung menolak kebijakan yang luar biasa ini.
Tujuan Program:
Program ini bertujuan untuk membina karakter dan disiplin siswa yang dianggap bermasalah, seperti yang terlibat dalam tawuran, pergaulan bebas, atau kenakalan lainnya.
Pelaksanaan Program:
Siswa yang bermasalah akan dibina di barak militer selama 6 bulan hingga 1 tahun, dengan TNI yang bertugas menjemput dan membina mereka.
Pro dan Kontra:
Program ini menuai pro dan kontra. Sejumlah pihak menyambut positif langkah ini, sedangkan yang lain mengkritik karena khawatir program ini dapat memberikan dampak negatif bagi psikologi anak.
Dampak Negatif:
Beberapa pihak khawatir program ini dapat membuat anak meniru perilaku militer yang negatif saat berinteraksi dengan orang lain.
Dampak Positif:
Di sisi lain, ada harapan bahwa program ini dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah kenakalan remaja, khususnya di daerah yang dianggap rawan.
Pentingnya Pendampingan:
Beberapa pihak menyarankan adanya pendamping psikolog selama pendidikan di barak militer untuk memastikan bahwa program ini tidak memberikan dampak negatif pada psikologi anak.
Kritik dari Komnas HAM:
Komnas HAM juga menyuarakan kritik, menyatakan bahwa program ini sebaiknya dikaji ulang karena bukan kewenangan TNI untuk melakukan pendidikan kewarganegaraan.
Kesimpulan:
Program memasukkan siswa nakal ke barak militer merupakan upaya yang kontroversial untuk mengatasi kenakalan remaja. Program ini memiliki potensi untuk memberikan dampak positif, tetapi juga berisiko menimbulkan dampak negatif bagi psikologi anak jika tidak dilakukan dengan benar. Penting untuk mempertimbangkan berbagai aspek dan melakukan evaluasi yang cermat untuk memastikan bahwa program ini efektif dan tidak merugikan siswa yang dibina.